Ini bukan liburan. TIDAK, kita tidak sedang merencanakan
liburan biasa, karena aku tahu akan banyak
yang berubah setelah pertemuan kita kali ini.
Satu setengah bulan kita merencanakan keberangkatan ke kota Jogjakarta,
kamu dari kotamu dan aku dari kotaku. Satu setengah bulan yang menjadi semakin lambat
karena dilabeli dengan kata “menunggu”. Dan satu setengah bulan yang masih
penuh tanya untukku, benarkah bisa bertemu?
Hatiku menciut ketika tahu kamu kehabisan tiket kereta menuju
Jogjakarta dua minggu sebelum pertemuan yang kita jadwalkan. Aku semakin tidak percaya
akankah kita bisa benar-benar bertemu? Aku tahu kamu mengusahakan dan juga berusaha
menenangkan. Tapi apa daya, pikiran negatif begitu cepat dan kuat membayangi.
Ketika tiket Bis malam akhirnya menggantikan tiket kereta, ketika tiket bis malam
sudah ada di genggamanmu, nyatanya pikiran negatif dan kekhawatiran ini tak kunjung
mau pergi.
Tiga hari sebelum kita dijadwalkan bertemu di Jogja ada
gejala baru yang mulai berkembang di tubuhku, perut mulai sering dipenuhi kunang-kunang
yang bahkan aku sendiri tak paham dari mana asalnya. Nafsu makan berantakan,
semua isi perut menuntut keluar-walau akhirnya segala puncak mual ini hanya tercekat
di tenggorokan saja. Tingkat kecemasanku berbanding terbalik dengan waktu pertemuan
kita. Semakin dekat harinya semakin tinggi
tingkat kecemasannya. Oke sebut s aja aku terlalu
berlebihan tapi nyatanya begitulah
tubuh ini merespon segala kegelisahan kala itu.
Hitungan hari
menjadi hitungan jam saja. Malam itu aku duduk menunggu datangnya sebuah kereta
yang akan membawaku ke sebuah kisah nyata, entah berujung indah atau duka. Jogja
dan kamu, tunggu aku. (2015/8/7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar