“Berita buruk dan menyedihkan akan semakin menyakitkan ketika disampaikan dalam bentuk tulisan."
Entahlah aku lupa tepatnya kapan dan dari siapa aku
mendengar pernyataan itu. Tapi memang benar adanya. Hal-hal buruk akan semakin
menyakitkan untuk diketahui apabila disampaikan melalui media tertulis. Mengapa?
Karena kita dapat berulang kali membacanya, dan berulang kali pula kita
merasakan kecewa, sedih, dan sakit hati ketika membacanya kembali. Ah, percayalah
tidak ada yang akan pernah terbiasa
dengan serangan sakit hati, tidak!
Begitu pula yang terjadi pada berita baik yang disampaikan
dalam bentuk tulisan. Akan ada saatnya kita tersenyum sendiri ketika membaca
ulang chat dari pacar-gebetan-atau selingkuhan (?). Akan ada saatnya kita akan
merasa bahagia setiap membaca hal-hal yang menggembirakan, membacanya akan
mengingatkan pada momen-momen membahagiakan itu.
Itulah poin pentingnya, tulisan membuat kita tidak akan
pernah lupa. Tidak lupa pada hal-hal yang buruk. Tidak lupa juga pada saat yang
membahagiakan itu. Kita hidup dalam dunia yang terus berjalan maju tanpa ada
tombol pause atau rewind. Momennya mungkin saja dapat terulang
kembali, tapi waktu? Selama para ilmuwan belum juga menemukan mesin waktu, maka
waktu akan terus bergerak maju. Kita hidup didalamnya, dalam sehari penuh
dengan banyak kejadian dan momen, sementara otak kita tidak punya daya sebesar
itu untuk menampung setiap momen, setiap pembelajaran. Untuk itu kita menulis,
kan?
Sering kali aku menulis, untuk mengingatkan diriku sendiri. Mengingatkan
diriku untuk tidak terlalu berharap banyak tapi tetap memiliki mimpi dan
fantasi yang berusaha untuk diwujudkan. Mengingatkan diri sendiri tentang
banyaknya sesuatu yang dapat dipelajari –kehidupan, agama, social dan apapun,
pelajaran yang mungkin hanya didapat dari ngobrol remeh-temeh dengan seorang
teman. Mengingatkan diri sendiri ingin jadi siapa, apa, dan bagaimana di masa
depan, mengingatkan diri sendiri akan banyaknya momen yang perlu diperbaiki dan
juga disyukuri. Bila tidak ditulis? Yaaa mereka semua hanya akan terlewatkan
begitu saja. Manusia kan tempatnya lupa. Haha
Kenapa harus ditulis? Supaya bisa dibaca kembali.
Paling tidak dibaca kembali oleh si penulis. Syukur-syukur
bisa dinikmati oleh pembaca lainnya.
Bisa menginspirasi dan pengingat bagi diri sendiri. Ya syukur-syukur
bisa menginspirasi dan mengingatkan orang lain yang mau ikut membaca.
Bila tidak menulis, kita hanya akan hilang ditelan gelombang
lupa, hilang ditelan jaman.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
― Pramoedya Ananta Toer