Senin, 18 Januari 2016

PROLOG :



Ini bukan liburan. TIDAK, kita tidak sedang merencanakan liburan biasa, karena aku tahu akan banyak  yang berubah setelah pertemuan kita kali ini.

Satu setengah bulan kita merencanakan keberangkatan ke kota Jogjakarta, kamu dari kotamu dan aku dari kotaku. Satu setengah bulan yang menjadi semakin lambat karena dilabeli dengan kata “menunggu”. Dan satu setengah bulan yang masih penuh tanya untukku, benarkah bisa bertemu?
Hatiku menciut ketika tahu kamu kehabisan tiket kereta menuju Jogjakarta dua minggu sebelum pertemuan yang kita jadwalkan. Aku semakin tidak percaya akankah kita bisa benar-benar bertemu? Aku tahu kamu mengusahakan dan juga berusaha menenangkan. Tapi apa daya, pikiran negatif begitu cepat dan kuat membayangi. Ketika tiket Bis malam akhirnya menggantikan tiket kereta, ketika tiket bis malam sudah ada di genggamanmu, nyatanya pikiran negatif dan kekhawatiran ini tak kunjung mau pergi.
Tiga hari sebelum kita dijadwalkan bertemu di Jogja ada gejala baru yang mulai berkembang di tubuhku, perut mulai sering dipenuhi kunang-kunang yang bahkan aku sendiri tak paham dari mana asalnya. Nafsu makan berantakan, semua isi perut menuntut keluar-walau akhirnya segala puncak mual ini hanya tercekat di tenggorokan saja. Tingkat kecemasanku berbanding terbalik dengan waktu pertemuan kita.  Semakin dekat harinya semakin tinggi tingkat kecemasannya. Oke sebut s aja aku terlalu berlebihan tapi nyatanya begitulah tubuh ini merespon segala kegelisahan kala itu.

Hitungan hari menjadi hitungan jam saja. Malam itu aku duduk menunggu datangnya sebuah kereta yang akan membawaku ke sebuah kisah nyata, entah berujung indah atau duka. Jogja dan kamu, tunggu aku. (2015/8/7)